Refleksi Perkuliahan Pertama Filsafat Ilmu
Program Pasca Sarjana
Pendidikan Matematika UNY
Oleh Prof. Dr.
Marsigit MA
Direfleksi Oleh Novita Ayu Dewanti
Direfleksi Oleh Novita Ayu Dewanti
Pada hari pertama perkuliahan
kuliah filsafat ilmu, pada tanggal 5 september 2017, pukul 07.30 – 9.10. Pak
marsigit mengabsen mahasiswa satu per satu dan disertai dengan bertanya dari
mana asalnya serta kuliah S1nya. Tak lupa sebelum pelajaran dimulai, beliau
mengawali dengan salam dan bacaan basmallah. Kemudian beliau memberitahukan
bahwa silabus mata kuliah filsafat sudah ada dan terdapat dalam laman web
uny.academia.edu/MarsigitHrd/ dalam lama tersebtu tidak hanya terdapat syllabus,
namun juga terdapat makalah beliau yang berjumlah sekitar 90 makalah dan
tulisan yang lainnya. Kemudian terdapat blog beliau yang berisi tulisan-tulisan
beliau dalam laman https://powermathematics.blogspot.co.id/
Filsafat memiliki karakteristik,
yaitu berparadigma konstruksivistik, maksudnya membangun, membangun segalanya,
membangun dunia, akhirat,hidup, kepercayaan dll. Membangun dapat juga diartikan
menemukan. Membangun teori, membangun paradigm. Namun membangun yang paling
bermakna adalah membangun diri sendiri, untuk dirinya sendiri. Bukan
dibangunkan, karena jika dibangunkan, maka tidak ada maknanya karena mengetahui
seluk beluk dirinya sendiri. Sehingga paradigm ini membangun, to construct. Oleh
karena paradigmanya adalah membangun ini tidak dalam konsteks memberi. Sehingga
ketika beliau membicarakan banyak hal di kelas, semata mata tidak untuk
memberikan mahasiswa ilmu, namun dalam konsteks memfasilitasi mahasiswa untuk
dapat membangun filsafat ilmu. Jadi karena berparadigma konstruksi maka anda membangun,
mencari sendiri. Karena anda mencari sendiri, maka yang didapatkan setiap anda
pasti berbeda beda. Sehingga dalam mata kuliah ini tidak ada ujian. Adanya adalah
beliau ingin melihat bangunan (pemahaman) anda seperti apa. Hal ini dilihat
dari komen yang dilakukan mahasiswa di blog yang mana akan segera diketahui
oleh beliau melalui email. Dalam blog tersebut terdapat berbagai macam tulisan
beliau, apa pun yang dituliskannya adalah apa yang beliau pikirkan dan yang
dipikirkan itu ada di blog tersebut. Beliau juga menyebutkan bahwa hidup ini
tidak selalu tentang berpikir saja, namun juga dikendalikan oleh spiritual. Membangun
juga dikaitkan dengan predikat subjek belajar, bagaimana beliau memandang
mahasiswanya sebagi seorang yang mandiri sesuai dengan visi UNY; unggul,
kreatif, inovatif, bernurani, mandiri, cendikia . Untuk implementasinya tergantung
pada mahasiswanya sendiri.
Ilmu itu dimulai dengan bertanya
sehingga kalo tidak ada pertanyaan berarti tidak ada ilmu. Contohnya ilmu
dunia, kalo masih ditanyakan maka itu masih urusan dunia. Kalau urusan akhirat,
urusan hati itu tidak dalam bentuk pertanyaan, namun dalam bentuk penghayatan,
keyakinan. Maka nanti mahasiswa dapat mengajukan pertanyaan, nanti akan
dibukitkan oleh beliau.
Kemudian beliau menggambarkan 4
garis mendatar secara bertingkat. Kemudian
menuliskan

- Spiritual
- Ilmu
- Aturan (Formal)
- Fisik
Percakapan dalam perkuliahan
beliau ini sudah termasuk percakapan yang tinggi, namun tidak tinggi sekali. Karena
jika tinggi nanti akan masuk dalam ranah spiritual, sehingga percakapan tersebut
merupakan buah pikiran. Kemudian beliau meminta salah satu mahasiswanya untuk
mendekat ke beliau, setelah itu dipeganglah mahasiswa tersebut seraya berkata “oh
ada betul ini orangnya, saya kira cuma bayangan”. Hal ini untuk meyakinkan bahwa
secara fisik benar ada terdapat mahasiswa itu. Kalau hanya melihat saja itu sudah
meningkat dari pada fisik namun masih rendah dari pada berfikir dan paling
tingginya adalah spiritual. Beliau meminta kembali mahasiswanya untuk mendekat
kemudian dipegangnya seraya berkata “Bismillahirahmannirahim”. Beliau menjelaskan
bahwa peganggan pertama dan peganggan kedua itu memiliki makna yang berbeda. Karena
yang pertama tidak mengucapkan bismillah dan yang kedua menggunakan bismillah,
yang kedua tersebut merupakan turunan dari spiritual ke fisik. Beliau juga
memaparkan jika bekerja tanpa menggunakan bismillah akan berbeda makna, jika
mengucapkan bismillah makan spiritual tersebut diturunkan ke material. Keilmuan
jika diturunkan sedikit menjadi ilmu terapan psikologi. Mahasiswa secara tidak
sadar sedang mengelola jiwanya kemudian dikeluarkan oleh pikiran melalui ucapan
verbal. Sehingga spiritual itu jika diturunkan terdapat filsafat; filsafat ilmu
dan psikologi filsafat yang mana terdapat psikologi terapan dan psikologi
wacana. Psikologi wacana itu merupakan bagian bawah dari psikologi filsafat. Maka
terkait dengan pembicaraan intuisi, dapat dilihat dari berbagai sisi; sisi
psikologi, filsafat, spiritual, dan lainnya. Terdapat juga intuisi material,
contohnya adalah intuisi sebuah batu. Hal ini karena semua benda memiliki sifat
binatang, sifat tumbuhan dan sifat manusia, misalnya “aku sedang melihat batu
yang menangis” dan “ aku sedang melihat dua buah batu sedang berkejar-kejaran
ditaman”. Hal tersebut dapat dilihat menggunakan pikiran dan teknologi, bahwa
maksud dari kalimat tersebut adalah terdapat seorang wanita yang menangis
menggunakan cincin yang bercahaya ditempat redup sehingga terlihat seperti batu
yang menangis atau terdapat sepasang sejoli yang menggunakan cincin yang
mengandung pospor di tempat yang redup sehingga hanya terlihat cahaya dari
pantulan batu cincinnya yang bergerak-gerak.
Jika mahasiswa masih bingung akan
tersebut, maka itu terkait dengan dimensi. Tempat di dunia yang berasa tidak
memiliki jarak antara bumi dengan penciptanya adalah kota mekkah. Di kota
tersebut, semua niat yang baik akan dibalas dengan baik dan yang buruk akan
segera dibalas dengan balasan yang buruk. Kemudian beliau menceritakan
pengalaman beliau ditanah suci. Beliau menceritakan awalnya tidak percaya
mengapa orang-orang langsung menagis ketika melihat ka’bah namun akhirnya
beliau langsung tumpah juga air matanya ketika melihat ka’bah pertama kalinya. Kemudian
beliau berkeinginan untuk memegang hajaraswad, dengan segenap upaya ingin
memegang namun gagal, akhirnya setelah berserahdir, ikhlas dan tetep berusaha,
beliau dapat juga memegang batu hitam tersebut. Kemudian beliau ingin berdoa di
Raudoh pun juga menemui rintangan yang sama ketika ingin menyentuh hajar aswad.
Beliau menyadari bahwa ketika kita memaksakan kehendak akan menghadapai banyak
rintangan namun kita harus berikhtiar dan berdoa.
Beliau kemudian mengumumkan untuk
agenda pertemuan selanjutnya, yaitu membuat minimal 5 pertanyaan non-filsafat;
kehidupan sehari-hari. Arahanya dalam pertanyaan tersebut adalah, belaiu ingin
memperlihatkan bahwa persoalan sehari-hari itu dapat dijelaskan oleh filsafat. Namun
filsafat saja tidak cukup, harus diteruskan ke spiritual. Beliau ingin
menjelaskan bagaimana pikiran itu mampu semaksimal mungkin namun jangan sampai
sesat. Pikiran tersebut mampu semaksimal mungkin masuk hingga ranah spiritual
namun jangan sampai sesat. Sehingga ketika membicarakan filsafat, 1000 pangkat
1000 dipangkatkan lagi 1000 belum cukup untuk mendefinisikan filsafat. Salah satunya
adalah filsafat merupakan olah pikir. Filsafat itu adalah berfikir, tetapi
berfikir belum tentu berfilsafat. Filsafat itu batu, tetapi batu belum tentu
berfilsafat.
0 comments:
Post a Comment