Monday, October 16, 2017

Paradigma Filsafat

Refleksi Perkuliahan Pertama Filsafat Ilmu
Program Pasca Sarjana Pendidikan Matematika UNY
Oleh Prof. Dr. Marsigit MA

Direfleksi Oleh Novita Ayu Dewanti

Pada hari pertama perkuliahan kuliah filsafat ilmu, pada tanggal 5 september 2017, pukul 07.30 – 9.10. Pak marsigit mengabsen mahasiswa satu per satu dan disertai dengan bertanya dari mana asalnya serta kuliah S1nya. Tak lupa sebelum pelajaran dimulai, beliau mengawali dengan salam dan bacaan basmallah. Kemudian beliau memberitahukan bahwa silabus mata kuliah filsafat sudah ada dan terdapat dalam laman web uny.academia.edu/MarsigitHrd/ dalam lama tersebtu tidak hanya terdapat syllabus, namun juga terdapat makalah beliau yang berjumlah sekitar 90 makalah dan tulisan yang lainnya. Kemudian terdapat blog beliau yang berisi tulisan-tulisan beliau dalam laman https://powermathematics.blogspot.co.id/


Filsafat memiliki karakteristik, yaitu berparadigma konstruksivistik, maksudnya membangun, membangun segalanya, membangun dunia, akhirat,hidup, kepercayaan dll. Membangun dapat juga diartikan menemukan. Membangun teori, membangun paradigm. Namun membangun yang paling bermakna adalah membangun diri sendiri, untuk dirinya sendiri. Bukan dibangunkan, karena jika dibangunkan, maka tidak ada maknanya karena mengetahui seluk beluk dirinya sendiri. Sehingga paradigm ini membangun, to construct. Oleh karena paradigmanya adalah membangun ini tidak dalam konsteks memberi. Sehingga ketika beliau membicarakan banyak hal di kelas, semata mata tidak untuk memberikan mahasiswa ilmu, namun dalam konsteks memfasilitasi mahasiswa untuk dapat membangun filsafat ilmu. Jadi karena berparadigma konstruksi maka anda membangun, mencari sendiri. Karena anda mencari sendiri, maka yang didapatkan setiap anda pasti berbeda beda. Sehingga dalam mata kuliah ini tidak ada ujian. Adanya adalah beliau ingin melihat bangunan (pemahaman) anda seperti apa. Hal ini dilihat dari komen yang dilakukan mahasiswa di blog yang mana akan segera diketahui oleh beliau melalui email. Dalam blog tersebut terdapat berbagai macam tulisan beliau, apa pun yang dituliskannya adalah apa yang beliau pikirkan dan yang dipikirkan itu ada di blog tersebut. Beliau juga menyebutkan bahwa hidup ini tidak selalu tentang berpikir saja, namun juga dikendalikan oleh spiritual. Membangun juga dikaitkan dengan predikat subjek belajar, bagaimana beliau memandang mahasiswanya sebagi seorang yang mandiri sesuai dengan visi UNY; unggul, kreatif, inovatif, bernurani, mandiri, cendikia . Untuk implementasinya tergantung pada mahasiswanya sendiri.


Ilmu itu dimulai dengan bertanya sehingga kalo tidak ada pertanyaan berarti tidak ada ilmu. Contohnya ilmu dunia, kalo masih ditanyakan maka itu masih urusan dunia. Kalau urusan akhirat, urusan hati itu tidak dalam bentuk pertanyaan, namun dalam bentuk penghayatan, keyakinan. Maka nanti mahasiswa dapat mengajukan pertanyaan, nanti akan dibukitkan oleh beliau.
Kemudian beliau menggambarkan 4 garis mendatar  secara bertingkat. Kemudian menuliskan
  1. Spiritual
  2. Ilmu
  3. Aturan (Formal)
  4. Fisik

Percakapan dalam perkuliahan beliau ini sudah termasuk percakapan yang tinggi, namun tidak tinggi sekali. Karena jika tinggi nanti akan masuk dalam ranah spiritual, sehingga percakapan tersebut merupakan buah pikiran. Kemudian beliau meminta salah satu mahasiswanya untuk mendekat ke beliau, setelah itu dipeganglah mahasiswa tersebut seraya berkata “oh ada betul ini orangnya, saya kira cuma bayangan”. Hal ini untuk meyakinkan bahwa secara fisik benar ada terdapat mahasiswa itu. Kalau hanya melihat saja itu sudah meningkat dari pada fisik namun masih rendah dari pada berfikir dan paling tingginya adalah spiritual. Beliau meminta kembali mahasiswanya untuk mendekat kemudian dipegangnya seraya berkata “Bismillahirahmannirahim”. Beliau menjelaskan bahwa peganggan pertama dan peganggan kedua itu memiliki makna yang berbeda. Karena yang pertama tidak mengucapkan bismillah dan yang kedua menggunakan bismillah, yang kedua tersebut merupakan turunan dari spiritual ke fisik. Beliau juga memaparkan jika bekerja tanpa menggunakan bismillah akan berbeda makna, jika mengucapkan bismillah makan spiritual tersebut diturunkan ke material. Keilmuan jika diturunkan sedikit menjadi ilmu terapan psikologi. Mahasiswa secara tidak sadar sedang mengelola jiwanya kemudian dikeluarkan oleh pikiran melalui ucapan verbal. Sehingga spiritual itu jika diturunkan terdapat filsafat; filsafat ilmu dan psikologi filsafat yang mana terdapat psikologi terapan dan psikologi wacana. Psikologi wacana itu merupakan bagian bawah dari psikologi filsafat. Maka terkait dengan pembicaraan intuisi, dapat dilihat dari berbagai sisi; sisi psikologi, filsafat, spiritual, dan lainnya. Terdapat juga intuisi material, contohnya adalah intuisi sebuah batu. Hal ini karena semua benda memiliki sifat binatang, sifat tumbuhan dan sifat manusia, misalnya “aku sedang melihat batu yang menangis” dan “ aku sedang melihat dua buah batu sedang berkejar-kejaran ditaman”. Hal tersebut dapat dilihat menggunakan pikiran dan teknologi, bahwa maksud dari kalimat tersebut adalah terdapat seorang wanita yang menangis menggunakan cincin yang bercahaya ditempat redup sehingga terlihat seperti batu yang menangis atau terdapat sepasang sejoli yang menggunakan cincin yang mengandung pospor di tempat yang redup sehingga hanya terlihat cahaya dari pantulan batu cincinnya yang bergerak-gerak.

Jika mahasiswa masih bingung akan tersebut, maka itu terkait dengan dimensi. Tempat di dunia yang berasa tidak memiliki jarak antara bumi dengan penciptanya adalah kota mekkah. Di kota tersebut, semua niat yang baik akan dibalas dengan baik dan yang buruk akan segera dibalas dengan balasan yang buruk. Kemudian beliau menceritakan pengalaman beliau ditanah suci. Beliau menceritakan awalnya tidak percaya mengapa orang-orang langsung menagis ketika melihat ka’bah namun akhirnya beliau langsung tumpah juga air matanya ketika melihat ka’bah pertama kalinya. Kemudian beliau berkeinginan untuk memegang hajaraswad, dengan segenap upaya ingin memegang namun gagal, akhirnya setelah berserahdir, ikhlas dan tetep berusaha, beliau dapat juga memegang batu hitam tersebut. Kemudian beliau ingin berdoa di Raudoh pun juga menemui rintangan yang sama ketika ingin menyentuh hajar aswad. Beliau menyadari bahwa ketika kita memaksakan kehendak akan menghadapai banyak rintangan namun kita harus berikhtiar dan berdoa.


Beliau kemudian mengumumkan untuk agenda pertemuan selanjutnya, yaitu membuat minimal 5 pertanyaan non-filsafat; kehidupan sehari-hari. Arahanya dalam pertanyaan tersebut adalah, belaiu ingin memperlihatkan bahwa persoalan sehari-hari itu dapat dijelaskan oleh filsafat. Namun filsafat saja tidak cukup, harus diteruskan ke spiritual. Beliau ingin menjelaskan bagaimana pikiran itu mampu semaksimal mungkin namun jangan sampai sesat. Pikiran tersebut mampu semaksimal mungkin masuk hingga ranah spiritual namun jangan sampai sesat. Sehingga ketika membicarakan filsafat, 1000 pangkat 1000 dipangkatkan lagi 1000 belum cukup untuk mendefinisikan filsafat. Salah satunya adalah filsafat merupakan olah pikir. Filsafat itu adalah berfikir, tetapi berfikir belum tentu berfilsafat. Filsafat itu batu, tetapi batu belum tentu berfilsafat.

0 comments:

Post a Comment